Cerpen Pesan Terakhir Sang Ibu

contoh cerpen pesan terakhir sang ibu

Contoh Cerpen

Cerpen adalah jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita tentang manusia dan seluk beluknya lewat tulisan pendek. Pada artikel kali ini saya akan memberikan sebuah contoh cerpen cinta yang berjudul Pesan Terakhir Sang Ibu karya Khoirul Ummah. Silakan meyiimak contoh cerpen Pesan Terakhir Sang Ibu.

Pesan Terakhir Sang Ibu
Oleh : Khoirul Ummah

    Hiruk pikuk suara binatang ternak yang rupanya talah siap untuk pergi menuju sawah untuk membajak. Para petani berbondong-bondong pergi ke tanah penghidupan serta kemakmuran. Sorak-sarai rerumputan yang menari-nari di tanah pertiwi. Sebagai sanbutan pagi sang penyinar bumi. Dari ufuk timur, ia telah memancarkan sinar cahayanya yang begitu elok, sejuk di hati damai di jiwa.
    Saat ku duduk bersenda gurau dengan adik iparku, terdengar suara khas yang tajam untukku dari arah depan rumahku. Seorang saudagar kaya, berpenampilan serba mewah, dengan emas dan mutiara. Sering disebut sebagai rentenir rupanya ingin mencari masalah denganku. 
    "Mengapa sibuk-sibuk sekolah biar menjadi orang sok pintar? Biar menjadi insinyur? Toh perempuan kodratnya jadi ibu rumah tangga. Udah orang miskin, sok pintar, dan satu lagi.. untuk makan saja harus membanting tulang ekstra. Kalo saya sih ngaca ya buk.. siapa saya. Mampukah saya. Hidup itu nggak usah muluk-muluk. Ntar kesannya pamer. Iya akn ibu-ibu..?"
    "Eh ibu, Maaf sebelumnya.. entah kenapa kata-kata anda itu sulit untuk saya cerna maknanya. Maksud ibu apa? Meyindir saya yah? Itu sih udah biasa. Tak ku sangka saudagar yang kaya raya itu merendahkan dirinya sendiri dengan perkataan yang tak bermutu seperti itu." Sahutku dengan intonasi tinggi
    "Berani-beraninya anak kecil seperti kau menceramahiku. Kenapa? Kau keberatan dengan omonganku tadi? Heh!!?"
    Aku sama sekali tidak menggubrisnya. Aku tinggal saja meraka. Dan lebih memilih masuk ke dalam rumah dengan adik iparku.
    "Lintang sudah besar.. sudah harus bisa mandiri. Tidak boleh cengeng seperti itu." suara lirih ibu dari celah dapur mencoba menenangkanku.
    "Ingatlah nak, lintang itu bukan anak saudagar kaya yang harus dihormati dan disegani banyak orang. Lintang hanyalah anak seorang buruh tani yang tak berpendidikan."
    "Apa kau sedang ada masalah dengan saudagar kaya itu nak?" tanya ibu
    "Iya buk, hanya saja aku tidak terima kalau dia mengolok-olok keluarga kita. Semua orang kan tahu, kalau kita hanyalah orang miskin yang bekerja sebagai birih tani saja."
    "Sudahlah nak, alangkah baiknya jika kau ambil air wudhu dan sholat dhuha untuk menenangkan pikiranmu."
    "Aku tahu pak, bu, kalau aku ini anak orang miskin. Tapi entah kenapa, kata-kata yanga keluar dari mulut orang tua itu benar-benar merapuhkan hatiku. Anak orang miskin belum tentu kelak akan menjadi orang miskin juga kan bu? Pak?"
    "Maka dari itu, belajarlah yang rajin. Agar kau tak seperti bapak dan ibumu. Cobalah lihat dan tengoklah masa depanmu. Di sanalah masa depanmu masih panjang. Nak.." sambung ibu dengan nada lirih
    Jam menunjukan pukul 11.00 siang. Suara sepeda memecahkan lamunan dalam hatiku. Ku buka jendela kamarku.
    "Ada apa pakde? ko buru-buru banget. Ada yang bisa saya bantu?"
    "Itu, ada orang kota yang sedang mencarimu nduk. Ayolah ke sana"
    "Siapa pakde..? sembari berlari keluar rumah, aku menghampiri pakde dengan buru-buru
    "Entahlah. Ayolah kita ke sana. Kita ke surau. Mereka sudah menunggumu."
    "Logh, tadi juga ibu pergi ke surau pakde. Mungkin mereka bercakap-cakap di sana pakde."
    Dengan sepeda bututnya, paman mengayuh sepeda menuju surau. Betapa herannya diriku melihat orang-orang berbondong-bondong ke surau. Tak seperti biasanya, mereka pergi ke surau siang bolong begini. Aku tercengang dan bertanya-tanya.
    "Ada apa pakde? Kenapa wajah pakde berubah pucat seperti begitu?" dengan nada rendah, pakde memeluk erat dan berbisik
    "Pakde sayang kamu, Nak.. ibumu dipanggil oleh Allah untuk menghadapanya."
    "Pakde jangan berbohong. Ibu tidak sakit. Ibu juga sehat-sehat saja tadi."
    Kulihat jenazah ibuku sudah terbujur kaku dengan selimut panjang dan diselimuti oleh mukenah lengkap berwarna putih bersih.
    "Benarkah ini ibuku? Ibu, mengapa kau begitu cepat meninggalkan aku sendiri? Belum sempat aku kabulkan keinginanmu untuk memberangkatkanmu pergi haji, kenapa kau lebih dulu dipanggil oleh Allah?" kataku sambil terisak
    "Pakde dan adimu masih di dini bersamamu nak, sekarang kita cari ayahmu untuk mengabarinyayah.. ayahmu sedang di sawah kan?"
    Aku hanya temenung..
    Serasa semua ini hanyalah sebuah mimpi. Dan semakin bertanya-tanya, apakah mimpiku semalam pertanda bahwa ibu akan pergi? di dalam mimpiku ia berpesan...
   "Lintang anakku, kau yang bisa membimbing adik-adikmu. Berikan contoh yang baik untuk adik-adikmu yah.. jada adik-adikmu dengan sepenuh hati. Saat ibu meninggalkanmu, lintang tak boleh bertengkar dengan siapapun. Itu ujian untukmu, nak. Ketahuilah nak, Allah itu maha melihat. Allah itu maha mengtahui. Semua yang kita lakukan akan ada ganjarannya. Maka dari itu, hentikan pertengkaran dengan siapapun yah.. mulailah menata hidup dan focuskan pada masa depanmu, agar kau sukses dunia dan akhirat.."
    Mungkin itu pesan terakhir dari ibu untukku lewat mimpi. Selamat jalan ibu, aku selalu merindukanmu.  
Previous
Next Post »